Kamis, 01 Mei 2014

ALQUR’AN, WAHYU, DAN ILHAM


BAB 1
ALQUR’AN, WAHYU, DAN ILHAM

A.    Pengertian
1.      Al – Qur’an
Menurut bahasa (etimologi), kata al-Qur’an berarti bacaan atau yang dibaca. Menurut ahli bahasa alihyani lafadz alqur’an adalah isim masdar dengan arti isim maf’ul yang berarti yang dibaca.
Menurut istilah Pengertian al-Qur’an menurut istilah (termenologi) terdapat definisi yang berfariasi, para ulama’ berfariasi dalam merumuskan definisi al-Qur’an, antara lain
Menurut Syaikh Muhammad Khudari Beik, Al-Qur’an adalah firman Allah yang berbahasa arab yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW untuk dipahami isinya dan diingat selalu, yang disampaikan kepada kita secara mutawatir, yang sudah ditulis dalam mushaf dimulai dari surat al-Fatihah sampai suratan-Nas
Menurut Syaikh Muhammad Abduh, Alkitab atau Al-qur’an ialah bacaan yang telah tertulis dalam mushaf-mushaf yang terjaga dalam hafalan-hafalan umat islam.

1)      Nama-nama Al-Qur’an dan Sifatnya
a.       Qur’an
¨bÎ) #x»yd tb#uäöà)ø9$# Ïöku ÓÉL¯=Ï9 šÏf ãPuqø%r& çŽÅe³u;ãƒur tûüÏZÏB÷sßJø9$# tûïÏ%©!$# tbqè=yJ÷ètƒ ÏM»ysÎ=»¢Á9$# ¨br& öNçlm; #\ô_r& #ZŽÎ6x. ÇÒÈ  
 Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih Lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu'min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar,”(Al-Isra:9)
b.      Kitab
ôs)s9 !$uZø9tRr& öNä3ös9Î) $Y6»tGÅ2 ÏmŠÏù öNä.ãø.ÏŒ ( Ÿxsùr& šcqè=É)÷ès? ÇÊÉÈ  
Sesungguhnya telah Kami turunkan kepada kamu sebuah kitab yang di dalamnya terdapat sebab-sebab kemuliaan bagimu. Maka Apakah kamu tiada memahaminya?” (Al-Anbiya:10)

c.       Furqan
x8u$t6s? Ï%©!$# tA¨tR tb$s%öàÿø9$# 4n?tã ¾ÍnÏö6tã tbqä3uÏ9 šúüÏJn=»yèù=Ï9 #·ƒÉtR ÇÊÈ  
Maha suci Allah yang telah menurunkan Al Furqaan (Al Quran) kepada hamba-Nya, agar Dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam.”(Al-Furqon:1)

d.      Dzikr
$¯RÎ) ß`øtwU $uZø9¨tR tø.Ïe%!$# $¯RÎ)ur ¼çms9 tbqÝàÏÿ»ptm: ÇÒÈ  
Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.”(Al-Hijr:9)

e.       Tanzil
¼çm¯RÎ)ur ã@ƒÍ\tGs9 Éb>u tûüÏHs>»yèø9$# ÇÊÒËÈ  
dan Sesungguhnya Al Quran ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam.”(Asy-Syu’ara:192)

f.       Shuhuf
×Aqßu z`ÏiB «!$# (#qè=÷Gtƒ $ZÿçtྠZot£gsÜB ÇËÈ  
(yaitu) seorang Rasul dari Allah (Muhammad) yang membacakan lembaran-lembaran yang disucikan (Al Quran).”(Al-Bayyinah:2)

2)      Adapun sifat-sifat alqur’an sebagai berikut:
a.       Nur (cahaya)
b.      Huda (petunjuk)
c.       Syifa’ (obat)
d.      d. Rahmat
e.       Mauidzah (nasihat)
f.       Mubin (yang menerangkan)
g.      Mubarak (yang memberkati)
h.      Aziz (yang mulia)
i.        Majid(yang dihormati)
j.        Bashir (membawa kabar gembira)
k.      Nadzir (pembawa peringatan)

3)      Perbedaan al-Qur’an dan Hadis Qudsi
a.       Al-Qur’an bersifat menentang karena merupakan mu’jizat, sedangkan hadis qudsi tidak bersifat menentang karena merupakan bukan mu’jizat
b.      Seluruh isi al-Qur’an dinukil secara mutawatir, sedangkan hadis Qudsi kebanyakan khobar ahad sehingga kepastiannya merupakan dugaan
c.       Al-Qur’an makna dan lafadznya dari Allah, sedangkan hadis Qudsi maknanya dari Allah lafalnya dari Rosul
d.      Membaca al-qur’an merupakan ibadah, sedangkan hadis Qudsi tidak disuruh membacanya dalam sholat

4)      Perbedaan Hadis Qudsi dengan Hadis Nabawi
a.       Kalau hadis Qudsi maknanya dari Allah dan lafalnya dari Rosul, sedangkan hadis Nabawi makna dan lafalnya dari Rosul
b.      Apabila hadis Qudsi itu di dahului oleh lafadz
c.       Sedangkan hadis Nabawi tidak
d.      Kedudukan al-Qur’an dan Fungsinya
e.       Al-Qur’an diturunkan Allah sebagi pedoman hidup manusia, sehingga tercapai kehidupan bahagia didunia dan selamat diakherat, al-Qur’an mempunyai kedudukan yang utama sebagai sumber pokok ajaran islam. Sumber pokok ajaran islam lainnya tidak boleh bertentangan dengan al-Qur’an. Firman Allah yang menentukan keharusan berpegang teguh pada al-Qur’an antara lain:
f.       Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai…… (al-Imran : 103)
g.      Al-Qur’an mempunyai beberapa fungsi, diantara lain:
h.      Sebagai hidayah atau petunjuk untuk manusia dalam menjalani hidupnya secara baik dan sebagai rahmat bagi alam semesta
i.        Sebagai mukjizat terbesar nabi Muhammad SAW
j.        Sebagai pemberi kata putus terakhir yang benar, mengenai berbagai masalah yang diperselisihkan dikalangan pimpinan-pimpinan agama
k.      Sebagai pengukuh dan penguat kebenaran adanya kitab-kitab suci yang penah diturunkan sebelum al-qur’an dan kebenaran tentang adanya para nabi atau rasul serta kitab sucinya masing-masing
l.        Sebagai penutup wahyu-wahyu yang telah Allah turunkan kepada para nabi atau rasul.




2.    Pengertian Wahyu
Menurut bahasa (lughah), kata wahyu berasal dari bahasa Arab al-wahy yang memiliki beberapa arti, di antaranya; suara, tulisan isyarat, bisikan, paham dan juga api. Ttp ada juga yang mengartikan bisikan  yang tersembunyi dan cepat. Dengan demikian, pengertian wahyu secara etimologis  adalah penyampaian sabda tuhan kepada manusia piihan-nya tanpa diketahui orang lain , agar diteruskan kepada umat manusia untuk dijadikan sebagai pegangan hidup baik di dunia maupun di akhirat kelak.
Secara istilah wahyu adalah pemberitahuan Allah SWT kepada hambanya yang terpilih mengenai segala sesuatu yang ia kehendaki untuk dikemukakannya, baik berupa petunjuk atau ilmu, namun penyampaiannya secara rahasia dan tersembunyi serta tidak terjadi pada manusia biasa. Sedang wahyu Allah kepada para nabi-Nya secara syar’i  definisikan sebagai kalam Allah yang diturunkan kepada seorang nabi. Definisi ini menggunakan pengertian maf’ul, yaitu almuha (yang diwahyukan). Ustad Muhammad Abduh mendefinisikan wahyu di dalam Risalatut Tauhid adalah pengetahuan yang didapati oleh seseorang dari dalam dirinya dengan disertai keyakinan bahawa pengetahuan itu datang dari Allah, melalui perantara ataupun tidak. Yang pertama melalui suara yang menjelma dalam telinganya atau tanpa suara sama sekali. Beza antara wahyu dengan ilham adalah bahawa ilham itu intuisi yang diyakini jiwa sehingga terdorong untuk mengikuti apa yang diminta, tanpa mengetahui dari mana datangnya. Hal seperti itu serupa dengan perasaan lapar, haus, sedih, dan senang.
Definisi di atas adalah definisi wahyu dengan pengertian masdar. Bahagian awal definisi ini mengesankan adanya kemiripan antara wahyu dengan suara hati atau kasyaf, tetapi pembezaannya dengan ilham di akhir definisi meniadakan hal ini. Sebagaimana pengakuan al-Qur’an bahwa wahyu merupakan sebuah hakikat dan kebenaran dan dalam beberapa ayat al-Qur’an hal tersebut dinisbahkan kepada Nabi saw. Akan tetapi, al-Qur’an, dalam menjelaskan esensi wahyu, hanya sekedar mengisyaratkan saja dan tidak memaparkan sedetail mungkin. Al-Qur’an menyatakan: “Dan sesungguhnya al-Qur’an ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam, Dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril), Ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan.”
¼çm¯RÎ)ur ã@ƒÍ\tGs9 Éb>u tûüÏHs>»yèø9$# ÇÊÒËÈ   tAttR ÏmÎ/ ßyr9$# ßûüÏBF{$# ÇÊÒÌÈ   4n?tã y7Î7ù=s% tbqä3tGÏ9 z`ÏB tûïÍÉZßJø9$# ÇÊÒÍÈ  
dan Sesungguhnya Al Quran ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam, Dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril), ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan,(Qs. asy-Syu’araa’:192-194).

a.      Sejarah Turunnya Wahyu
Masyarakat Indonesia sudah menetapkan 17 Ramadhan, yakni peringatan Nuzulul Qur`an sebagai hari besar Islam. Ini menjadi peringatan ulang tahun turunnya al-Qur`an, dan peringatan ini sudah menjadi ketetapan nasiaonal yang selalu diperingati dan menjadi hari libur dalam kalender nasional.
Ahli sejarah dalam hal ini, yakni tentang persisnya tanggal awal mula turunnya al-Qur`anterdapat keberagaman pandangan. Abu Ishak menyatakan bahwa al-Qur`an pertama sekali turun tepatnya 17 Ramadhan. Ini berdasarkan pada beberapa indikasi yang disinyalir al-Qur`an yang menggambarkan bahwa hari turunnya al-Qur`an itu sama dengan peristiwa peperangan Badar yang diabadikan al-Qur`an dengan julukan yaum al-furqan (hari yang membedakan Islam dan kafir) dan yaum al-taqa al-jam’an (hari bertemu dua pasukan muslim dan kafir). Dalam catatan sejarah perang Badar terjadi 17 Ramadhan, tepatnya hari Jum’at.[1]
Ilmuan lainnya tidak seperndapat dengan penetapan 17 Ramadhan sebagai tanggal turunnya al-Qur`an pertama kali, karena berdasarkan QS. al-Qadr/97:1, al-Qur`an diturunkan pada malam qadar. Ini didasari bahwa malam qadar jatuh pada sepuluh malam-malam terakhir dari bulan Ramadhan, yakni malam 21, 23, 25, 27, dan 29.[2]
Keberagaman pandangan tentang awal proses turunnnya al-Qur`an tidak menafikan bahwa diturunkannya al-Qur`an pada malam qadar di bulam Ramadhan.
Al-Qur`an kepada Nabi Muhammad Saw. Dalam Surat an-Nisa`, 4: 105 Allah Swt berfirman:
!$¯RÎ) !$uZø9tRr& y7øs9Î) |=»tGÅ3ø9$# Èd,ysø9$$Î/ zNä3óstGÏ9 tû÷üt/ Ä¨$¨Z9$# !$oÿÏ3 y71ur& ª!$# 4 Ÿwur `ä3s? tûüÏZͬ!$yù=Ïj9$VJ‹ÅÁyz ÇÊÉÎÈ  
Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang-orang yang khianat” (QS. An-Nisa`, 4: 105).

Bahkan dalam beberapa ayat lainnya terdapat kata-kata yang menunjuki tentang turunnya al-Qur`an.
Ada beberapa pendangan ilmuan mengenai proses penurunan al-Qur`an kepada Nabi Muhammad Saw, yang secara umum dapat dibedakan dalam tiga aliran besar besar, yaitu:
a.    Aliran pertama. Al-Qur`an diturunkan sekaligus (dari awal sampai akhir) ke langit pada malamqadar. Kemudian sesudah itu diturunkan secara berangsur-angsur dalam tempo 20, 23 atau 25 tahun sesuai dengan perbedaan pendapat di antara ilmuan.
b.    Aliran kedua. Al-Qur`an diturunkan ke langit bagian demi bagian dalam bentuk paket (tidak sekaligus) pada setiap malam qadar, sesuai kebutuhan selama satu tahun, sampai datang malamqadar berikutnya.
c.     Aliran ketiga. Al-Qur`an untuk pertama kali diturunkan pada malam qadar sekaligus, darilauh mahfudh  ke bait al-‘izzah, kemudian diturunkan sedikit demi sedikit dalam berbagai kesempatan sepanjang masa-masa kerasulan Muhammad Saw.[3]
Az-Zarqani sebagaimana dirujuk oleh M. Amin Suma menyebutkan proses penurunan al-Qur`an dalam tiga tahapan, yaitu:
a.    Tahap pertama. Al-Qur`an diturunkan Allah Swt ke lauh al-mahfudh. Ini didasari pada QS. Al-Buruj/85: 22, yang artinya: “Bahkan yang didustakan mereka itu ialah al-Qur`an yang mulia, yang (tersimpan) di Lauh Mahfudh”.
b.    Tahap kedua. Al-Qur`an diturunkan dari lauh mahfudh ke bait al-‘izzah ke langit pada malam qadar. Ini sesuai dengan QS. Al-Dukhan/44: 3, yang artinya: “sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan”. dan QS. Al-Baqara/2: 185, juga beberapa hadits Nabi Saw.
c.     Tahapan ketiga. Al-Qur`an diturunkan dari bait al-‘izzah kepada Nabi Saw dengan perantaraan Malaikat Jibril As. Ini berdasarkan QS. Al_Syu’ara/26: 193-194: “dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al Amin (Jibril), ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan”.[4]
Mengenai bagaimana proses penerimaan al-Qur`an oleh Malaikat Jibril As para ilmuaan memiliki beberapa pandangan, yakni:
a.    Jibril menerimanya secara pendengaran dari Allah Swt dengan lafadh-nya yang khusus;
b.    Jibril menghafalnya dari lauh al-mahfudh;
c.     Maknanya disampaikan kepada Jibril, sedang lafadh-nya dari Jibril, atau MuhammadSaw. Syekh Manna` al-Qaththan menyatakan bahwa pendapat yang benar adalah pendapat yang pertama, dan ini menjadi pegangan ahlussunnah wal jamaah,yang didasari pada hadits Nuwas bin Sam’an.
Setelah Jibril menerima wahyu (al-Qur`an) proses selanjutnya adalah menyampaikan kepada Nabi Muhammad Saw. Syekh Manna` al-Qaththan menyimpulkan proses penyampaianal-Qur`an kepada Nabi Saw dalam dua cara penyampaian, yaitu:
a.    Jibril datang dengan suara seperti suara lonceng, yaitu suara yang amat kuat yang dapat mempengaruhi kesadaran, sehingga ia dengan segala kekuatannya siap menerima pengaruh itu. Cara ini adalah yang paling berat bagi Rasul.
b.    Jibril menjelma sebagai seorang laki-laki. Cara ini lebih ringan dari pada cara sebelumnya, karena adanya kesesuaian antara pembicara dengan pendengar.[5]
Proses turunnya al-Qur`an sebagaimana populer bahwa turun secara berangsur-angsur, tidak sekaligus, yang dimulai di lokasi Makkah dan seterusnya di Madinah (pasca Makkah).[6] Hal ini sesuai dengan perkembangan dan persoalan yang terjadi di kalangan masyarakat Islam dalam berinteraksi secara intern dengan umat Islam sendiri, begitu juga kasus-kasus yang berkaitan dengan non Muslim.

b.      Pemeliharaan Wahyu
Allah Swt dalam Surat al-Hijr/15: 9 telah menyatakan bahwa ke-otentikan al-Qur`an dijamin oleh Allah, dimana Allah menyatakan:
$¯RÎ) ß`øtwU $uZø9¨tR tø.Ïe%!$# $¯RÎ)ur ¼çms9 tbqÝàÏÿ»ptm: ÇÒÈ  
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya”. (QS. al-Hijr/15:9).

Pemeliharaan dalam tahapan secara umum adalah sebagai beikut:
a.    Tahapan penghafalan
Pada tahapan awal dalam pemeliharaan al-Qur`an dilakukan dengan hafadhahu(menghafalnya dalam hati) oleh para jumma’ul Qur`an, yakni huffadhul Qur`an (para pengahfalnya, yaitu orang-orang yang menghafalkannya dalam hati. Rasulullah Saw amat menyukai wahyu, ia senantiasa menunggu penurunan wahyu dengan rasa rindu, lalu menghafal dan memahaminya.[7] Tidak ketinggalan dengan sahabat-sahabatnya yang selalu menerima pemberitaan wahyu dari Nabi Saw. Mereka juga menghafalnya, dan terkenalnya tujuh huffadh al-Qur`an terkenal yang diriwayatkan dalam hadits Bukhari melalui tiga jalur periwayatan. Mereka adalah Abdullah bin Mas’ud, Salim bin Ma’qil, Muadz bin Jabal. Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit, Abu Zaid bin Sakan dan Abu Ad-Darda`.[8]
b.     Tahapan pencatatan/penulisan
Rasulullah mengangkat para penulis al-Qur`an dari sahabat-sahabat terkemuka, seperti Ali, Mua’awiyah, Ubay bin Ka’ab dan Zait bin Tsabit. Bila ayat turun, ia memerintahkan mereka menuliskannya dan menunjukkannya dimana tempat ayat tersebut dalam surat. Sebagian dari mereka juga menulisnya atas inisiatif sendiri dengan menggunakan media pelepah korma, lempengan batu, papan titpis, kulit dan daun kayu, palana, dan potongan tulang belulang binatang.
Tulisan-tulisan al-Qur`an pada masa ini (masa Nabi) tidak terkumpul dalam satu mushaf. Biasanya yang ada di tangan seorang sahabat, belum tentu dimiliki oleh yang lain. Susunan ayat-ayat dan surat-surat dipisahkan. Setiap surat berada dalam satu lembaran secara terpisah dan dalam tujuh huruf (sab’ah ahruf), dan susunan penulisannya juga tidak berdasarkan kronologi penurunan, akan tetapi penempatannya sesuai dengan instruksi Nabi sendiri.[9]
Menurut Az-Zarkasyi, memang pada masa Nabi al-Qur`an tidak dituliskan dalam satumushaf, agar tidak berubah pada setiap waktu, jadi penulisannya dilakukan kemudian sesudah al-Qur`an selesai turun semua, yaitu dengan wafatnya Rasulullah.[10] Pengumpulan (jam’u) al-Qur`an pada masa Nabi ini dinamakan dengan hifdzan (hafalan), sebagaimana pada tahapan pertama tulisan ini; dan kitabatan (pencatatan/penulisan/pembukuan) yang pertama.[11]
Beberapa karakter proses pemeliharaan al-Qur`an dan hasil yang diperoleh pada masa Nabi dalam bentuk pencatatan dan pembukuan, antara lain:
1.      Penulisan al-Qur`an dilakukan ketika wahyu turun.
2.      Penyusunan urutan ayat-ayat dalam surat-surat sesuai petunjuk Nabi
3.      Ayat-ayat tertulis secara terpisah pada kepingan-kepingan, tulang, pelepah kurma, batu-batu, dan sebagainya.[12]
4.      Al-Qur`an tidak dalam bentuk mushaf
5.       Tidak adanya tanda baca dan simbol-simbol lainnya.

c.     Tahapan penghimpunan/pembukuan
Pada masa Abu Bakar yang mengalami berbagai peristiwa dan gejolak, baik secara internal dalam masyarakat Islam sendiri atau dari ekternal. Perang Yamamah yang terjadi tahun 12 H menyebabkan gugurnya 70 qari dari sahabat gugur. Umar bin Khattab merasa khawatir dan mengusulkan ke Abu Bakar agar mengumpulkan dan membukukan al-Qur`an, karena dikuatirkan akan musnah. Mulanya sang khalifah sempat bimbang karena hal ini tak pernah diperintahkan Rasulullah SAW secara langsung, namun akhirnya beliau menyetujuinya.[13]
Abu Bakar memerintahkan seorang sahabat yang memiliki kedudukan yang mulia dalam hal qiraat, hafalan, penulisan dan pemahamannya terhadap Qur`an untuk memimpin proyek penting ini. Langkah ini disetujui oleh semua sahabat Nabi yang hidup pada masa itu. Kemudian tim yang diketuai oleh sahabat Zaid bin Sabit mulai bekerja, mereka kumpulkan tulisan-tulisan ayatayat Qur`an yang terpencarpencar dari tulangtulang, pelepah kurma, kepingan-kepingan batu dan mereka juga ambil dari para penghafalpenghafal Qur`an. Kehatihatian Zaid sangat nyata terbukti dari bahwa ia tidak mau menerima dari seseorang mengenai Qur`an sebelum disaksikan oleh dua orang saksi. Ada juga ilmuan yang berpendapat bahwa Zaid hanya menerima Qur`an apabila orang itu memiliki catatan dan juga telah menghapal apa yang ia catat tersebut. Zaid bin Sabit sebenarnya adalah juga seorang penghapal tapi hal ini tidak mengurangi kehatihatian dan kecermatannya ia melakukan pengumpulan Qur`an dari semua orang yang memiliki catatan dan menghafalnya. Pada masa ini Qur`an telah dikumpulkan ke dalam bentuk buku dengan tertib susunan yang diperintahkan Rasul SAW dan mencakup ketujuh huruf yang mana Qur`an diturunkan. Pada masa Abu Bakar ra inilah lahir istilah mushaf.[14]
Beberapa karakter proses dan hasil yang dilakukan Abu Bakar, yaitu:
1.      Faktor yang mendorongnya karena takut sebagiaayat-ayat al-Qur`an akan hilang kalau tak dihimpun dalam satu mushaf.[15]
2.      Dikerjakan dengan mengumpulkan manuskrip berupa tulang, lempengan batu dan media lainnya.[16]
3.      Al-Qur`an dalam bentuk mushaf
4.      Al-Qur`an dalam 7 corak dialek.
5.      Mushaf tersusun menurut tertib ayat
6.       Ayat al-Qur`an disusun menurut urutan turunnya wahyu.
7.      Tidak terdapat catatan-catatan tambahan sebagai tafsir dari beberapa ayat tertentu.[17]

d.    Tahapan penggandaan
Seperti yang kita ketahui, al-Qur`an dikumpulkan di masa khalifah Abu Bakar ra dalam ketujuh hurufnya dan ternyata di masa khalifah Usman r.a hal itu menimbulkan masalah. Ketika wilayah Islam semakin luas dan jumlah pemeluk agama ini juga kian pesat, mulai banyak yang tidak memahami hakikat tujuh huruf ini dengan baik sehingga ketika guruguru qari mereka mengajarkan cara baca al-Qur`an dengan satu dari tujuh huruf mereka menyangka cara baca itulah yang benar lalu ketika mereka menjumpai orang lain membaca al-Qur`an bukan dengan cara baca yang mereka pakai, timbul pertikaian oleh sebab cara baca yang berbeda itu. Hal tersebut menimbulkan kecemasan dan usul yang dikemukakan secara resmi oleh sahabat Huzdaifah kepada khalifah Ustman dan para sahabat lainnya.[18]
Ustman kemudian mengutus utusan kepada Hafsah agar meminjamkan mushaf Abu Bakar untuk menyalin dan memperbanyaknya namun dengan perintah khusus yaitu agar menuliskan ke dalam satu cara baca saja yaitu dalam dialeg Quraisy dan membuang keenam huruf (cara baca) lainnya.[19]
Khalifah Ustman memerintahkan Zaid bin sabit, Abdullah bin Zubair, Sa'id bin ‘Ash dan Abdurrahman bin Haris bin Hisyam untuk melakukannya. Mereka melaksanakan perintah itu. Setelah selesai menyalinnya menjadi mushaf, Usman mengembalikan lembahan-lembaran asli (orisinil) itu kepada Hafshah. Selanjutnya Usman mengirimkan mushaf baru tersebut ke setiap wilayah dan memerintahkan agar semua al-Qur`an atau mushaf  lainnya dibakar.[20]
Terdapat perbedaan diantara para ilmuan tentang jumlah mushaf yang ditulis Usman. Mayoritas ilmuan mengatakan sebanyak empat buah, masing-masing ke Kufah, Bashrah dan Syria, semetara satu lagi disimpan Usman.
Beberapa karakter proses kerja dan hasil dalam bentuk al-Qur`an dari tim bentukan Khalifah Usman, yaitu :
1.      Didorong oleh karena timbulnya perselisihan di kalangan orang Islam mengenai versi bacaan (qira`at).[21]
2.      Di kerjakan dari apa yang dihasilkan tim bentukan Abu Bakar.[22]
3.      Al-Qur`an dalam bentuk mushaf, yang disebut dengan mushaf Usmani (Rasm Usman)  atau mushaf  Imam
4.      Al-Qu`an ditulis seluruhnya berdasarkan riwayat mutawatir
5.      Surat dan ayat disusun dengan tertib.
6.      Berbentuk satu corak dialeg (qira`ah)
7.      Belum menggunakan tanda baca seperti tititk, dan simbol-simbol bacaan lainnya.[23]
e.    Tahapan penyempurnaan
Sebagai hasil yang telah dilakukan oleh tim yang dibentuk Khalifah Usman, dimana al-Qur`an yang belum memiliki dan baca dan simbol-simbol lainnya. Dengan kondisi uamt Islam yang semakin banyak dengan wilayah yang semakin luas, tentu menimbulkan berbagai ekses. Atas instruksi Ali bin Abi Thalib, Abu al-Aswad al-Duwali mengambil inisiataif untuk menyempurnakan penulisan al-Qur`an, dengan memberikan tanda-tanda  baca dan simbol-simbol lainnya.[24]
Seiring dengan perjalan sejarah yang semakin luas simbol-simbol ini terus berkembang dari bentuk yang sederhana berupa titik satu di atas untuk sebagai kasrah, menjadi bentuk garis seperti sekarang ini. Para ilmuan terus berupaya menyempurnakan penulisannya ini sehingga sangat memudahkan bagi pembaca bagi otrang Arba dan non Arab. Nama-nama surat dan bilangan ayat serta tanda waqaf diletakkan di tempatnya,[25]  mengahsilkan yang mushaf yang refresentatif untuk semua kalangan di kemudian hari.

f.     Tahapan pencetakan
Proses selanjutnya dalam rangka pemeliharaan al-Qur`an diupayakan seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan ditemukan mesin cetak al-Qur`an pertama sekali dicetak abad ke 17 atau tepatnya tahun 1694 di kota Hamburg, Jerman. Percetakan atas prakarsa Islam dicetak pada tahun 1787 di St. Petersburg, Rusia, lalu disusul di Kazan (1828), Persia, Istambul (1877). Edisi cetakan terlengkap dan dinilai paling standar ialah edisi Mesir, yang dicetak pada tahun 1344 H/1925 M.[26]
Untuk menjaga keautentikan al-Qur`an, negara dan pemerintahan yang sudah berdiri sendiri setelah membebaskan diri dari penjajahan dunia Barat yang mayoritas penduduknya beragama Islam, membentuk panitia atau tim yang bertugas mentashhih setiap cetakan al-Qur`an. Indonesia sendiri dalam hal ini sangat konsisten dengan kepanitiaan ini, bahkan sejak setengah abad yang lalu sudah melakukan kegiatan pentashhihan al-Qur`an.

g.    Tahapan pembelajaran
Inilah sebagai tahapan yang sangat menentukan dalam pemeliharaan al-Qur`an, yakni mempelajari dan mendalami al-Qur`an itu sendiri dengan proses pendidikan dan pembelajaran. Ini sangat menentukan dalam pemeliharaan al-Qur`an secara umum sehingga al-Qur`an sepanjang masa tetap menjiwai umat dalam kehidupan.

3.      Ilham
Kata ilham berasal dari kata yang berarti menelan. Keika berubah kewazan if’al, yaknialhma yulhimu ilhaman, maka kata ilham bermakna menelan dalam artimenghujamkan ke dalam jiwa, Allah berfirman;
Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.(QS. Asy-Syams : 8)
Muhammad Rasyid Ridha dalam Al-Wahyul Muhammadi memberikan pengertian, bahwa ilham adalah suatu perasaan emosional yang diyakini oleh jiwa yang karnanya jiwa itu terdorong untuk melakukan yang dikehendakinya oleh dorongan ilham itu, tanpa disertai kesadaran jiwa sendiri dari mana datangnya, keadaannya hamper sama dengan persaan lapar, dahaga, sedih, senang dan sebagainya.
a.       Persamaan dan perbedaan Wahyu dengan Ilham
Persamaan wahyu dengan ilham
a)      Keduanya sama-sama diterima oleh manusia
b)      Keduanya sama-sama menimbulkan pemahaman dalam batin
c)      Keduanya sama-sama menimbulkan keyakinan
d)     Keduanya tidak diberikan pada makhluk binatang
e)      Keduanya sama-sama diberikan demi kemaslahatan
f)       Keduanya sama-sama merupakan pemberian Allah SWT

Perbedaan wahyu dengan ilham
a)      wahyu datangnya melalui kehadiran malaikat sedangkan ilham melalui penghunjaman langsung oleh allah kepada yang di kehendakinya
b)      wahyu diterima oleh manusia pilihan allah yang mengemban tugas kenabian atau kerosulan ,sedang ilham dapat di terima oleh siapapun, baik pada waktu pintu kenabian belum tertutup maupun setelahnya
c)      wahyu diturunkan dengan tujuan untuk kemaslahatan seluruh umat manusia atau umat tertentu, sedangkan ilham hanya untuk kemaslahatan yang menerimanya dan tidak di bebani kewajiban untuk manyampaikan pada orang lain
d)     wahyu tidak dapat diminta kepada Allah agar di turunkan pada waktu tertentu ,sedangkan ilham menurut sebagian ulama dapat dim inta kepada Allah melalui cara membersihkan diri dan memprbanyak taqorub pada Allah
e)      wahyu pintunya telah tertutup, bersamaan tugas kenabian yang di emban nabi Muhammad SAW berakhir, sedangkan ilham pintuinya masih terbuka selama masih ada manusia dan berlaku sepanjang masa



[1] M. Amin Suma, Studi.., hal. 37 dst.
[2] Ibid, hal. 39.
[3] Ibid, hal. 33 dst.
[4] Ibid, hal. 34 dst
[5] Syekh Manna’ al-Qaththan, Pengantar…, hal. 42.
[6] Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspek, jiidl. ii, ed. ii, cet. i, (Jakarta: UI Press, 1985), hal. 4
[7] Syekh Manna’ al-Qaththan, Pengantar…, hal. 150 dst.
[8] Ibid, hal. 152 dst.
[9] Ibid, hal. 157.
[10] Ibid, hal. 158.
[11] Ibidhal. 158.
[12] M. Quraish Shihab, dkk., Sejarah..., hal . 32
[13] Syekh Manna’ al-Qaththan, Pengantar…, hal. 159 dst..
[14] Ibidhal. 162.
[15] M. Amin Suma, Studi…, hal. 60.
[16] Syekh Manna’ al-Qaththan, Pengantar…, hal. 166.
[17] M. Quraish Shihab, dkk., Sejarah...,  hal. 32.
[18] Syekh Manna’ al-Qaththan, Pengantar…, hal. 157.
[19] Syekh Manna’ al-Qaththan, Pengantar…, hal. 157.
[20] Syekh Manna’ al-Qaththan, Pengantar…, hal. 157.
[21] M. Amin Suma, Studi…, hal. 61.
[22] Syekh Manna’ al-Qaththan, Pengantar ….hal. 168.
[23] M. Quraish Shihab, dkk., Sejarah..., hal. 32.
[24] M. Quraish Shihab, dkk., Sejarah..., hal. 34.
[25] M. Quraish Shihab, dkk., Sejarah..., hal. 33 dst.
[26] M. Quraish Shihab, dkk., Sejarah.., hal. 37.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar