Sabtu, 10 Oktober 2015

Pun Aku pernah Mengalami Hal-mu

Hari ini aku ingin bercerita tentang bukan hanya kamu yang merasa tidak adilnya perbedaan. 

Bukan hanya kamu yang pernah menyalahkan Tuhan karena keadaan. Mungkin berjuta orang pernah menyumbangkan air matanya lebih dulu daripada aku dan daripadamu.

Dengarlah, biar kuceritakan tentang hari yang semi di musim panas. Entah tepatnya hari apa, aku bukan melupakan. 

Terlalu berlimpah hari hari yang menghujaniku dengan rindu, tentu tiada senin hingga minggu. Karena menurutku semua hari adalah "kasih". 

Ujian bertubi pun kami lewati. Masalah dunia sebegitu gampang untuk dikembalikan menjadi damai jika dihadapi dengan damai pula. Hingga akhirnya ada satu masalah yang begitu buntu untukku tumburkan, Tuhan kami tak sama.

Pemikiran kritis ketika baru berpisah acap membuatku sulit tidur, mungkin.

Bagaimana jika suatu saat aku melihatnya hidup dengan perempuan lain? Bagaimana jika suatu hari aku menemukannya blablablablabla............... 

Hingga kepalaku rasanya bukan kepala. Hingga diriku rasanya bukan aku. Semua itu pernah aku lalui, bahkan di usia yang begitu muda.

Merubah badai menjadi semi tentu bukan setahap, tapi itu musim. Hati bukan musim, mengembalikan mainset bahwa kepalaku adalah milikku dan diriku adalah aku.

Sejatinya memang tidak mudah menjadi otoriter setelah sekian lama menjadi seorang demokrasi fanatik.

Pada akhirnya, hanya keyakinan yang kuatlah yang mau menerima keras.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar